AGAMA BUDDHA DI DESA KALIREJO (BABALAN)
Kec. UNDAAN, Kab. KUDUS
Tugas Observasi
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester
Mata Kuliah : Sejarah Agama-agama
Dosen Pengampu : Mas’udi Jufri, S. Fil, I. MA
Disusun
Oleh:
Ahna
Soraya (1530210019)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
USHULUDDIN/IA
TAHUN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Warga Desa Kalirejo Undaan Kudus, terdapat tiga agama yang
dianutnya. Tiga agama tersebut meliputi agama Islam, Kristen dan Buddha. Akan
tetapi mayoritas atau sebagian besar dari Desa Kalirejo adalah beragama Islam.
Sebagiannya adalah pengikut agama Kristen dan Buddha. Agama seyogyanya dapat
dijadikan pedoman paling utama untuk mengeksistensi nilai-nilai kemanusiaan
yang ada pada diri manusia itu sendiri, bahkan aspek kemanusiaan itulah unsur
yang terpenting dalam diri manusia.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri atas
berbagai suku dan bangsa, adat istiadat dan penganut agama yang berbeda.
Kemajemukan tersebut suatu kenyataan yang patut di syukuri sebagai kenyataan
bangsa. Namun hal itu dapat menimbulkan kerawanan dalam konflik kepentingan
antar kelompok yang berbeda tersebut. Namun keanekaragaman agama yang dapat
menjadi kekuatan bangsa manakala agama –agama mengakari prinsip umum sebagai
landasan bersama dalam merespon situasi keanekaragaman.[1]
Diantara agama-agama dunia adalah salah satunya agama Buddha. Agama
Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India yang
meliputi beragam tradisi, kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar
berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddharta Gautama, yang secara umum
dikenal sebagai sang Buddha. Oleh karena itu, pembahasan tentang hakikat Buddha
nampaklah sangat diperlukan. Hal ini mengingat bahwasannya agama Buddha
termasuk salah satu agama yang diakui di Indonesia. Dalam hal ini agama Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu merupakan agama yang secara
legilitas diakui oleh Negara, oleh karena itu menjadi suatu kesadaran bagi kita
agar tercipta kerukunan antar umat beragama dan menghargai semua bentuk
kegiatan dari masing-masing agamanya.
Dengan demikian dalam makalah ini akan membahas tentang agama
Buddha di Desa Kalirejo yang sebagimana dalam pembahasan nanti adalah hasil
dari observasi di Desa Kalirejo Undaan Kudus.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah Munculnya Agama Buddha di Desa Kalirejo?
2.
Hari
Besar Apa Saja yang Diperingati dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo?
3.
Bagaimana
Sistem Ketuhanan dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo?
4.
Bagaimana
Sistem Peribadatan dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo?
5.
Bagaimana
Sistem Keberagamaan dalam Ajaran Agama Buddha di Desa Kalirejo?
6.
Bagaimana
Sistem Dakwah dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Agama Buddha Masuk di Desa Kalirejo
Agama Buddha masuk di Kudus adalah pada tahun 1960, sedangkan agama
Buddha masuk di desa Kalirejo (babalan) yaitu pada tahun 1962. Pengikutnya yang
berkisaran antara 200 orang sampai sekarang. Karena dulu begitu kurangnya
pemahaman, seolah-olah bahwa agama Buddha tidak mempunyai Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Buddha adalah agama yang pertama kali masuk di Indonesia. Agama Buddha
lahir pada abad ke-6 sebelum Masehi di India dan pembawanya adalah Siddharta
Gautama. Siddharta Gautama adalah anak seorang raja yang bernama Suddhudana
yang memerintah suku Syakia, dan ibunya bernama Maya.
Siddharta Gautama dilahirkan di Kapilawastu, sebelah utara Benares
di daerah Nepal, di lereng pegunungan Himalaya pada tahun 566 sebelum Masehi.
Di waktu ia dilahirkan oleh beberapa orang Brahmana pandai, diramalkan bahwa
anak itu akan meninggalkan keraton dan menjadi Bikhsu, yakni seorang padri yang
hidupnya mengemis. Seorang Bikkhu adalah yang hidupnya meninggalkan materi
keduniaan, tidak berkeluarga dan hidupnya hanya dipinggir-pinggir vihara yang
makannya hanya jam sebelas siang setelah itu tidak makan sama sekali. Jika
masih ada materi keduniaan, maka dianggap tidak bersih hatinya atau dalam cara
beragamanya tidak sempurna.
Selama enam tahun Shiddharta mengembara, dan selama itu belum juga
dapat apa yang dicarinya. Pernah ia menjumpai dua orang guru yang menyuruhnya
berupa menyiksa diri, tetapi pelajaran mereka satu persatu pun tidak ada
faedahnya menyiksa diri semacam ajaran sang guru itu, dan sesudah ia makan lagi
seperti biasa, barulah karena keyakinan sendiri dan menemui jalan yang
dikehendakinya. Pada waktu di bawah pohon Bodhi (ilmu pengetahuan, keinsyafan)
datanglah si dewa jahat menggoda, tapi ia dapat mengalahkannya. Dan sesudah
mengalahkannya itu, ia tahu sebab segala penderitaan di dunia ini dan bagaimana
cara menghilangkannya.[2]
Kemudian menghadap dewa Brahma dengan memohon kepadanya atas nama
para dewa dan atas nama semua manusia, supaya menyiarkan pengetahuannya yang
sungguh akan menyinari dunia ini. Ia mendapat pencerahan karena enam tahun
bertapa di hutan. Sejak itulah Siddharta Gautama menjadi Buddha yang artinya
disinari. Peristiwa itu terjadi pada tahun 531 sebelum Masehi, dan pada waktu
itu Siddharta berusia 35 tahun. Ia menyiarkan keyakinannya di negeri-negeri
Buddha selama 45 tahun, ia melihat penganut-penganutnya makin bertambah, bahkan
raja-raja, rakyat sengsara datang berduyun-duyun meminta wejangan petunjuk
hidup. Budh adalah “sinar”
sedangkan dha yaitu mempunyai arti “padang”. Buddha adalah orang yang
mendapat pengetahuan, dengan tidak mendapat wahyu dari Tuhan melainkan dari
seorang guru. Demikian menurut Suntoro, yang selaku kepala di Vihara Bodhi
Pundharika Kalirejo Undaan Kudus.[3]
B.
Hari Besar dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo
Hari besar atau hari kemenangan dalam agama Buddha yang biasanya
dirayakan oleh warga Desa Kalirejo terutama para pengikutnya sebenarnya ada
tiga, akan tetapi yang tercantum dalam kalender Nasional hanya satu yaitu hari
Waisak. Penjelasan dari Bpk. Suntoro, hari besar dalam agama Buddha itu ada
tiga macam. Diantaranya sebagai berikut:
1.
Hari
Waisak, yang merupakan kelahiran sang
Buddha. Di hari Waisak ini pelaksanaannya adalah tepat tanggal 22 Mei. Tetapi,
jika dalam satu bulan Mei penuh dengan merayakan hari tersebut tidaklah menjadi
masalah.
2.
Hari
Ashada, adalah ketika Siddharta Gautama
turun dari pertapaan selama enam tahun, yang kemudian mendapat pencerahan dan
akhirnya menjadi sang Buddha. Membabarkan ajaran (Dharma) tentang kehidupan
alam, kultur manusia yang dimana manusia itu ada yang tua dan ada yang muda.
3.
Hari
Kartina, merupakan hari persembahan jubah
kepada para Bikkhu (biksu) atau sangha yang gundul-gundul. Sebagai seorang
biksu atau biksuni Buddhis, mereka meninggalkan materi keduniaan dan
meninggalkan kehidupan berumah tangga. Para biksu atau biksuni biasanya hanya
memilki sedikit barang, seperti jubah, mangkuk, dan pisau untuk mencukur
rambut. Maka dari itu, di hari Ashada ini adalah diwajibkan satu tahun sekali
umat Buddha untuk berdana kepada para biksu/sangha.[4]
C.
Sistem Ketuhanan dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo
Menurut Suntoro, agama Buddha juga mempunyai Tuhan Yang Maha Esa.
Patung Siddharta Gautama itu merupakan simbol dalam beribadahnya. “Seperti
dalam agama Islam yang ketika beribadah itu menghadap kiblat,” begitu jelasnya.
Dalam ajaran Buddha tidak ada ajaran tentang Tuhan, kewajiban manusia kepada
Tuhan, dan sebagainya seperti yang didapat dalam agama-agama lain. Dan Buddha
Gautama sendiri bukanlah Tuhan atau penjelmaan Tuhan di dunia ini, melainkan
seorang manusia biasa. Sang Buddha hidup dan mengajar dibagian timur anak benua
India dalam beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 sebelum era umum. Ia
dikenal para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan
yang membagikan wawasannya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri
ketidaktahuan/kebodohan, kehausan/nafsu rendah, dan penderitaan, dengan
menyadari sebab musabab saling bergantung dan sunyatan dan mencapai Nirwana.
Pendapat Buddha tentang kejadian alam ini yaitu, wujud ini
disebabkan oleh peredaran yang terus menerus secara nature, yang tidak ubahnya
dengan peredaran mata rantai tidak diketahui mana yang awal dan mana yang
akhir, satu sama lain hajat menghajatkan, bukan karena oleh adanya yang
mewujudkan dan mengatur wujud ini. Buddha memberi contoh dengan terjadinya
manusia. Manusia terjadi dari empat unsur, meliputi air, tanah, api dan udara.
Demikianlah keterangan dari Suntoro ketika dalam wawancara.[5]
Bukan adanya sang Kholik yang tertentu bagi unsur-unsur ini, tapi
hanyalah semata-mata karena adanya pertemuan antara satu unsur dengan unsur
lain. Pertemuan ini menghasilkan sesutau yang baru, yang kemudian bertemu pula
sesuatu yang lain, lalu terjadi pula lah yang baru lagi. Demikianlah terjadi
proses-proses kejadian sampai manusia terwujud. Wujud manusia itu menyebabkan
penderitaan dan penderitaan menyebabkan kematian, selanjutnya kematian
menyebabkan hidup lagi dan seterusnya.
Dia lebih memandang bahwa kehidupan manusia ini semua adalah
penderitaan. Simbol atau pembawa ajarannya dari agama Buddha adalah Siddharta
Gautama, dengan kitabnya yaitu Tripitaka dan tujuan akhirnya adalah menuju
kehidupan Nirwanna. Tripaka sendiri mempunyai arti, Tri bermakna “tiga”,
dan Pitaka yang artinya “kehidupan/memadai kehidupan”. Isi dari kitab Tripitaka
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Unsur
kehidupan
2.
Masyarakat
3.
Alam
sekitar[6]
Menurut penjelasan lain, Tri berarti “tiga” dan pitaka
bermakna “keranjang/bakul”, tapi yang dimaksud keranjang di sini adalah
keranjang hikmah.[7]
Adapun yang termuat dalam Tripitaka itu adalah:
1.
Sutta
Pitaka, berisikan himpunan ajaran dan
khutbah Buddha Gautama. Bagian besar dari padanya terdiri atas percakapan
(dialog) antara Buddha dengan berbagai muridnya. Di dalamnya juga himpunan
kata-kata hikmah, himpunan sajak-sajak agamawi, kisah-kisah kiasan, kisah
berbagai orang suci dan sebagainya. Keseluruhan himpunan ini lebih ditujukan
bagi kalangan awam dalam agama Buddha.
2.
Vinaya
Pitaka, berisi peraturan tata tertib hidup
setiap anggota biara (sangha). Dalam himpunan itu juga dibuat tentang sejarah
pendirian biara. Himpunan dalam vinaya ini lebih ditujukan kepada para rahib
yang dipanggil dengan Bikkhu dan Bikkhuni.
3.
Abidhamma
Pitaka, berisikan berbagai himpunan yang
mempunyai nilai tinggi (great values), berisikan pembahasan
mendalam tentang prosa pemikiran dan prosa kesadaran. Himpunan ini lebih ditujukan
kepada golongan terpelajar dalam agama Buddha.
Kitab suci agama Buddha ditulis dalam bahasa “Pali” yakni
bahasa umum. Isi kitab suci agama Buddha ini diwariskan turun temurun secara
lisan dan hafalan.[8]
D.
Sistem Peribadatan dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo
Sembahyang atau ibadahnya bagi pengikut agama Buddha di Desa
Kalirejo ini adalah pada waktu pagi dan sore hari. Tetapi, jika ada penambahan
siang ataupun malam boleh saja dilakukan. Yang diperlukan adalah ketulusan hati
saat beribadah, sembahyangnya tersebut menggunakan bahasa Sansakerta atau
mantra. Sebenarnya agama Buddha adalah tidak menyembah patung, tetapi semua
agama pasti mempunyai simbol masing-masing. Dan yang dijadikan simbol dari
agama Buddha ini adalah patung Siddharta Gautama. Agama Buddha dalam
sembahyangnya bisa menghadap ke arah manapun, karena Tuhan Yang Maha Esa adalah
tidak menetap dimana.[9]
Dalam beribadahnya bisa dilakukan dimanapun tempatnya, tidak harus di vihara
tetapi juga bisa dilakukan di rumah. Setiap malam minggu para penganut agama
Buddha ini datang ke vihara untuk melakukan beribadah bersama. Akan tetapi,
jika setiap malam hari datang ke vihara juga tidak masalah. Kemudia di hari
minggu paginya adalah waktunya untuk anak-anak sekolah. Dalam perkawinan orang
Buddha bukanlah di KUA, akan tetapi langsung ke Dup Capil setelah pemberkahan
atau ritual do’a di Vihara. Berbeda dalam agama Islam, yang nikahnya harus ke
KUA sehingga mempunyai buku nikah sebagai bukti tanda sahnya sudah menjadi
suami istri.[10]
Sistem peribadatan agama Buddha di Desa Kalirejo ini, ada hari-hari
tertentu yang dilaksanakan dan sudah menjadi kebiasaan oleh penganutnya. Adapun
hari-hari ibadah tersebut adalah:
1.
Setiap
hari Rabu Wage, penganut agama Buddha di Desa Kalirejo mengadakan “Ngaji
Mantra” yang bertujuan untuk mendo’akan para leluhur.
2.
Pada
hari Senin Kliwon, yang dilakukan adalah “Santi Puji” atau pujian
(pitutur). Yang dalam agama Islam seperti ketika membaca al-Barjanji.
3.
Setiap
malam hari Rabu, ada perkumpulan ibu-ibu juga seperti berdo’a dengan mantranya,
atau yang dalam agama Islam itu seperti Jam’iyah.
Di dalam Vihara terdapat patung, bunga, air, api yang melambangkan
alam. Patung adalah yang dijadikan simbol dalam sesembahan, bunga yang
melambangkan bahwa manusia itu juga pasti layu. Air dan api, dalam agama Buddha
itu haruslah dihormati. Karena manusia jika kekurangan air, maka tidak akan
bertahan. Begitu sebaliknya jika dalam kehidupan ini kelebihan air, pasti akan
tidak dapat bertahan pula. Sedangkan api juga punya hal yang sama, jika manusia
tidak adanya kehangatan maka tidak bisa bertahan untuk hidup begitupun
sebaliknya. Maka dari itu, air dan api harus dihormati. Agama Buddha lebih
memandang penderitaan manusia sebagai suatu yang harus dipikirkan dan bersikap
apatis terhadap yang menimbulkan atau yang menjadikannya.
Menurut Suntoro, ada tiga larangan dalam agama Buddha. Larangan
tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Wachikama, yaitu perbuatan yang keluar dari pembicaraan, yang bisa
menyebabkan orang lain tersinggung ataupun sakit hati.
2.
Manokama, merupakan perbuatan yang dilakukan melalui batin, membicarakan
kejelekan seseorang dalam hati.
Jadi, ketiga
macam larangan di atas tersebut haruslah dihindari dalam diri seorang penganut
agama Buddha.
E.
Sistem Keberagamaan dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo
Semua agama mengajarkan cinta kasih kepada alam dan sekitar serta
tidak ada kekerasan. Dengan adanya dialog antar umat beragama, maka akan
bertumbuhnya pengetahuan tentang agama-agama lain, menimbulkan sikap saling
pengertian dan toleran terhadap agama-agama lain. Sehingga tumbuh pula
kerukunan antar umat beragama. Setiap agama mengajarkan untuk senantiasa hidup
damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, semua umat beragama
haruslah saling bertoleransi. Jadi, jika adanya permusuhan ataupun cengkrah
batin itu adalah tergantung pada sikap kita. Dalam ajaran agama Buddha adalah untuk
mengoreksi diri/jangan gegabah. Karena setiap perbuatan pasti ada unsur sebab
akibatnya. Dari bangun tidur sampai kemudian malam menjelang tidur lagi adalah
tugasnya untuk mengoreksi dirinya sendiri.[12]
Pada hakikatnya semua makhluk hidup itu ada yang menciptakan yaitu
“Tuhan Yang Maha Esa”. Kalau dikaitkan dengan manusia, kehidupan manusia itu
tidak bisa dipisahkan dengan Tuhan (Gusti Allah Ta’ala) sudah ada di dalam diri
manusia sebelum dia dilahirkan. Maka dari itu keberadaan Tuhan memang ada,
sedangkan umat-umat yang bertuhan harus mengakui ajaran-ajaran agama yang
diyakininya. Semua agama lahir dan hadir lengkap dengan “hakikat kebenaran”,
masalah apakah hakikat kebenaran itu valid atau tidak, rasional atau
inrasional, terkadang disebabkan oleh manusia yang tidak mempunyai dasar
keyakinan yang kuat sehingga terjadi kemurtadan, keraguan, hingga tidak percaya
adanya Tuhan. Maka dari itu kita tidak boleh menganggap bahwa agama yang kita
pegangi adalah agama yang paling benar sendiri.[13]
Kebudayaan Buddhis telah meresap ke dalam setiap segi kehidupan
manusia. Kita mengetahui bahwa Buddhisme adalah suatu agama yang membimbing
manusia menuju kehidupan yang lebih baik di alam ini dan selanjutnya. Pengembangan
batin adalah segi terpenting dari agama. Untuk mencapai perkembangan batin ini,
kita harus memulai dengan menumbuhkan dasar moral yang kuat sehingga kita
mempunyai dasar yang teguh. Dan dengan mengerti ajaran-ajaran sang Buddha, kita
dapat memperoleh inspirasi batin yang diperlukan. Rasa syukur dan penghormatan
menuju sang Guru Agung, ajaran-ajarannnya dan Sangha harus kita hormati.
Pencapaian pengembangan batin dan penghormatan pada sang Guru adalah jalan yang
dapat membawa kita kepada kehidupan yang benar menuju kedamaian, kebahagiaan
dan keselamatan akhir. Inilah tujuan setiap umat Buddha.
Kehidupan dalam agama Buddha kelak akan berubah-ubah atau
reinkarnasi. Jika besuk kita meninggal, tidak bisa di do’akan oleh keluarga
ataupun kerabatnya. Melainkan dirinya sendiri lah yang pujian (berdo’a) dengan
hasil perbuatan amalnya. Hukum karma atau hukum sebab akibat, yang
dimaksudkannya segala amal perbuatan pasti ada buahnya.[14] Kalau
menurut Islam, buah perbuatan manusia akan dirasakan besuk di alam akhirat. Di
situ manusia akan mendapatkan buah amalnya dengan sepenuh-penuhnya dan
senyata-nyatanya. Adapun kebahagiaan atau penderitaan hidup di dunia itu bukan
akibat perbuatan pada hidupnya yang lalu.
F.
Sistem Dakwah dalam Agama Buddha di Desa Kalirejo
Menurut Suntoro, penganut agama Buddha sekaligus ketua dari Vihara
Bodhi Pundharika Kalirejo Undaan Kudus, bahwa agama Buddha sistem dakwah atau
membabarkan ajarannya adalah disebut Dharma. Adapun yang dimaksud dengan
Dharma adalah doktrin atau pokok ajaran. Inti ajaran Buddha dirumuskan
dalam “empat kebenaran yang Mulia” atau disebut dengan “catur arya satya”
yaitu meliputi sebagai berikut:[15]
1.
Kebenaran
tentang adanya Duka (Penderitaan Manusia), Dukkha dalam bahasa Pali
(bahasa India Kuno) secara umum artinya adalah “penderitaan” atau
“ketidakpuasan”. Harus diakui bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan
manusia adalah duka. Seperti contoh: ketidaksempurnaan, sakit, ketidakabadian,
ketidaknyamanan, maupun ketidakpuasan. Demikian dari contoh tersebut yang telah
disebutkan oleh Suntoro. Dengan demikian tidak ada seorangpun yang dapat
menyanggah bahwa hidup ini memang merupakan duka. Segala sesuatu akan terus
berubah, bahkan terhadap hal-hal dalam kesenangan.
2.
Kebenaran
tentang sebab duka, sumber dari duka adalah nafsu keinginan yang tiada habisnya
dan ketidaktahuan. Oleh karena adanya ketidaktahuan inilah maka seseorang akan
terus dan terus memupuk bernafsu pengalaman yang menyenangkan atau tidak, nafsu
kepada benda-benda material keduniaan, nafsu akan hidup abadi, termasuk pula
nafsu kematian abadi atau pemusnahan diri. Ketidaktahuan akan menyebabkan
seseorang menjadi tidak mampu memahami esensi dari hidup itu sendiri.
Ketidaktahuan akan menutupi celah-celah bagi seseorang untuk bisa melihat
realitas hidup ini. Oleh karena itu keinginan yang berlebihan atau keserakahan
dan ketidaktahuan keduanya, akan menyebabkan seseorang terus berputar dalam
penderitaan hidup.
3.
Kebenaan
tentang lenyapnya duka, duka sebagai salah satu sifat sejati segala sesuatu
yang berkondisi ternyata memiliki akhir. Proses terhentinya duka inilah
yang dinamakan oleh umat Buddha sebagai Nirwana. Ada sebagian orang yang
beranggapan bahwa Nirwana itu sendiri sebagai sesuatu yang tidak dapat
dijelaskan dengan kata-kata, tidak bisa diwujudkan dalam kehidupan saat ini.
Apabila demikian, maka itu bukanlah Nirwana menurut konsep Buddhisme.
Beranggapan demikian hanya akan membuat pengertian tentang Nirwana tidak jauh
berbeda dari pengertian Tuhan. Kita meyakini bahwa apa yang Buddha Gautama
ajarkan adalah hal-hal yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari saat
ini juga. Sang Buddha tidak mengajar untuk kepentingan kehidupan setelah mati,
tetapi ia mengajarkan untuk kepentingan kehidupan saat ini. Untuk itu sang
Buddha sendiri telah mengartikan Nirwana sebagai lenyapnya keserakahan (lobha),
kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha).[16]
4.
Kebenaran
tentang Jalan Berunsur Delapan Menuju Akhir Duka, sebagai solusi dari
penderitaan yang dialami manusia, Buddha Gautama menawarkan sebuah jalan yang
dapat digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia. Jalan ini disebut sebagai Hasta
Ariya Magha atau Jalan Mulia berunsur Delapan. Untuk itulah supaya seseorang
tidak dilahirkan kembali, ia harus dapat mematahkan keserakahan pada dirinya.
Yaitu dengan cara menempuh delapan jalan yang mulia, antara lain sebagai
berikut:
1.
Kepercayaan
yang benar
2.
Niat
yang benar
3.
Perkataan
yang benar
4.
Perbuatan
yang benar
5.
Mata
pencaharian yang benar
6.
Usaha
yang benar
7.
Kesadaran
yang benar
8.
Pikiran
yang benar[17]
Setelah ia
dapat mematahkan keserakahan dalam dirinya, dan telah mencapai kesucian yang
sempurna, maka seseorang tersebut akan terbebas dari kelahiran kembali dan
dapat mencapai Nirwana.[18]
Selain dari
empat kebenaran yang mulia di atas, ada
ajaran tentang Sangha atau yang disebut juga Bikhsu. Ajaran tentang Sangha
tersebut antara lain:[19]
1.
Kepala
dicukur, ketika banyak orang ingin untuk mempunyai rambut yang bagus dan
menghabiskan banyak uang dan waktu untuk menata rambutnya, tetapi para biksu
atau biksuni Buddhis mencukur rambut mereka (gundul). Dengan demikian sangat
mudah untuk mengenali para biksu atau biksuni Buddhis melalui kepala mereka
yang tercukur sampai gundul.
2.
Mangkuk,
berdana makanan kepada para biksu atau biksuni merupakan bagian dari praktik
dan tradisi Buddhis. Di Asia Tenggara tidaklah jarang untuk melihat para biksu
atau biksuni berjalan dari rumah ke rumah pagi-pagi sekali untuk menerima dana
makanan. Karena para biksu atau biksuni tidak diperbolehkan untuk memilah-milah
makanan yang mereka terima, mereka belajar untuk berterima kasih atas apa yang
telah diberikan. Praktik ini berguna sebagai latihan mengurangi keserakahan dan
mengembangkan rasa syukur (bagi para biksu dan biksuni), serta latihan memberi
dengan ketulusan (bagi umat Buddha yang berdana).
3.
Jubah,
pada awalnya para biksu atau biksuni hanya mempunyai tiga jubah. Ketika ajaran
Buddha menyebar ke negara-negara yang lebih dingin seperti Cina dan Jepang,
maka mereka membutuhkan lebih banyak lapisan untuk menjaga badan agar mereka
tetap hangat. Jubahnya pun di desain lebih simpel dan terbuat dari kain katun
atau linen. Warna dari jubah para biksu atau biksuni berbeda di masing-masing
negara dan tergantung pula dari tradisi yang mereka anut. Sebagai contoh, di
Sri Lanka dan Thailand jubah dengan warna kuning kecoklatan lebih sering
dijumpai, sedangkan hitam dipakai di Jepang. Di Cina dan Korea, para biksu atau
biksuni mengenakan jubah berwarna abu-abu dan coklat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agama Buddha masuk di Kudus adalah pada tahun 1960, sedangkan agama
Buddha masuk di desa Kalirejo (babalan) yaitu pada tahun 1962. Pengikutnya yang
berkisaran antara 200 orang sampai sekarang. Karena dulu begitu kurangnya pemahaman,
seolah-olah bahwa agama Buddha tidak mempunyai Tuhan Yang Maha Esa. Nama Buddha
berasal dari kata, Budh adalah “sinar” sedangkan dha yaitu
mempunyai arti “padang”. Buddha adalah orang yang mendapat pengetahuan, dengan
tidak mendapat wahyu dari Tuhan melainkan dari seorang guru.
Di dalam agama Buddha tidak ada ajaran tentang Tuhan, yang ada
hanyalah manusia yang bisa menuju Nirwana. Pembawa ajarannya adalah Siddharta
Gautama dengan kitabnya Tripitaka. sang Buddha sendiri telah mengartikan
Nirwana sebagai lenyapnya keserakahan (lobha), kebencian (dosa),
dan kebodohan batin (moha).
Meskipun
masyarakat Desa Kalirejo berbeda-beda dalam agamanya, namun selama ini tidak
ada pertentangan terhadap agama selain yang diikutnya. Sikap saling toleransi
pun juga terjalin dengan baik. Selama ini kehidupan para pengikut Buddha di
Desa Kalirejo tidak pernah ada konflik dengan agama Islam maupun Kristen.
Mereka sama-sama saling menghormati dan menghargainya.
DAFTAR PUSTAKA
Bpk. Suntoro, Wawancara,
Desa Kalirejo Rt. 05 Rw. 06 Undaan Kudus, Pada Hari Minggu, 27 November 2016,
Pukul: 09.59 WIB
Umar R.
Soeroer, Menuju Indonesia yang Berbhinneka Tunggal Ika Harmoni, Vol II.
Nomor VI, 2015, hlm. 128
Joesoep Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta: Mutiara,
1993
Lampiran-Lampiran
Ø Dokumentasi
Gb. I
Gb. II
Gb. III
Gb. IV
Gb. I
Ø
Vihara Bodhi Pundharika Kalirejo,
adalah tempat ibadah umat Buddha di Desa Kalirejo Unddan Kudus
Gb. II
Ø
Patung Siddharta Gautama, simbol dari
sembahyangnya umat Buddha. Terdapat air, api, bunga yang melambangkan kehidupan
alam. Air dan api dalam agama Buddha haruslah dihormati. Sedangkan bunga
melambangkan bahwa bunga itu bisa layu, begitupun juga manusia kelak pasti akan
mati.
Gb.
III
Ø Wawancara dengan Bpk. Suntoro, warga desa Kalirejo Rt. 05 Rw. 06
penganut agama Buddha selaku kepala di Vihara Bodhi Pundharika Kalirejo Undaan
Kudus.
Gb.
IV
Ø Ruang Bikhsu, juga terdapat beberapa kitab suci umat Buddha.
[1] Umar R.
Soeroer, Menuju Indonesia yang Berbhinneka Tunggal Ika Harmoni, Vol II.
Nomor VI, 2015, hlm. 128
[2] Bpk. Suntoro, Wawancara,
Desa Kalirejo Rt. 05 Rw. 06 Undaan Kudus, Pada Hari Minggu, 27 November 2016,
Pukul: 09.59 WIB
[3] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[5] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[6] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[7] Joesoep
Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta: Mutiara, 1993, hlm. 77
[8] Ibid,
hlm. 73-74
[11] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[13] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[14] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[15] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[16] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
[18] Hasil Wawancara
dengan Bpk. Suntoro
Casinos Near Casinos | United States Gambling Sites
BalasHapusList of Casinos 골인 벳 먹튀 Near Casinos and Gambling 포커 족보 Sites In the United States. List of Casinos That Accept PayPal. 벳365우회주소 Discover casinos with PayPal - Casinos 188bet Near Me. 포커 게임